Materi MPLS - Pendidikan Karakter Peserta Didik

Randy (Admin)
28 Juni 2022 479 x MPLS
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Penguatan pendidikan moral (moral education)
atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang
sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita.
Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka
kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman termasuk perundungan (bullying),
pencurian oleh remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan,
pornografi, dan perusakan milik orang lain. Hal ini sudah menjadi masalah
sosial di masyarakat kita yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas. Di situlah kita melihat betapa pentingnya peranan pendidikan
karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep
moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku
moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan
bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan
untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan di bawah ini
merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Thomas Lickona menyatakan bahwa pengertian
pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang
inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang
mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu
(Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran
seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali
Gulo, 1982: p.29).
B. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu
: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,
Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai
prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli
lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian
berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan
hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga
masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan
sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster
optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh
dimensi kehidupan sekolah/ madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara
optimal).
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang
tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang
sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan
hukuman.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat. Pembentukan karakter merupakan salah satu
tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di
antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu memiliki maksud
agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa
yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa
serta agama.
Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas
dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King,
yakni intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan
yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
C. Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini,
maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara
sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong
masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala
macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat 9 (sembilan) pilar karakter yang berasal
dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1. Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran/amanah, diplomatis
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong/kerjasama
6. Percaya diri dan pekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati, dan
9. Karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara
sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing
the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing
the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif
saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling
loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan
menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat
sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku
kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa
melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi
kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan
sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia
emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan
anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar
50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4
tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya
pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya
pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan
pertama bagi pertumbuhan karakter anak.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses
pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian
orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya
pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan
sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di
sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru,
dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan
langsung dengan peserta didik.
D. Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap
keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab
pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini
diterbitkan oleh sebuah buletin Character Educator, yang
diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi
Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri - St. Louis, menunjukan
peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada
sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara
komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan
drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan
akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional
Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001)
mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan
emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet
faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko
yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada
karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul,
kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman
tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak
(IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami
kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya.
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat
sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia
dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran,
narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan
karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang,
Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa
implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak
positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan
karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya,
agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai
nilai-nilai luhur bangsa dan agama.